Paper LUSI PILIHAN 01-2019

TINJAUAN: Earth-Science Reviews

Dikontribusikan oleh:

Dr. Hardi Prasetyo, Inisiator “Geyser Lusi Library & Virtual Museum 2019” kelanjutan dari “LUSI LIBRARY KNOWLEDGE MANAGEMENT 2010″

Ujicoba Blog HARDIP_INOVASI 2020 WORPRESS.COM

TUJUAN STRATEGIS: Analogi Mekanisme Kandungan Lithium di Salton Sea, Ca. USA dan Lithium di Geyser Lusi keduanya ditentukan sebagai “Sediment-Hosted Hydro/Geothermal System SHHS” yang aktif dan bersekala besar di Dunia.

ELSEVIER Volume 192, May  2019, Page 529-544

Pecesi, M. Ciotoli, G. Mazzini, A. Eriope, G,

Sistem2 Geotermal pada Sedimen: Tinjauan dan Pemetaan global pertama kali

Sediment-hosted geothermal systems: Review and first global mapping

 Evaluasi Kata Kunci: Lusi SHGS

  • Sistem Geotermal
  • Berlangsung pada cekungan sedimen
  • Pertama kalinya ditinjau dan dipetakan secara global

Outline

  1. Abstract
  2. Keywords
  3. 1. Introduction
  4. 2. Definitions
  5. 3. Previously identified SHGSs
    • 3.1. Guaymas Basin (Gulf of California)
    • 3.2. Salton Sea (California)
    • 3.3. Lusi (East Java)
    • 3.4. Tiber Delta – Fiumicino (Italy)
    • 3.5. Songliao Basin, East Changde field (China)
  6. 4. Preliminary criteria for SHGS identification and characterization
    • 4.1. Constraints
      • 4.1.1. Gas-geochemical constraints
      • 4.1.2. Geological constraints
    • 4.2. Identification of new SHGSs
      • 4.2.1. A new list of potential SHGSs
      • 4.2.2. Spatial analysis and mapping of SHGS prone areas
  7. 5. Environmental and energy resource implications of SHGSs
  8. 6. Conclusions
  9. Acknowledgements
  10. Appendix A. Supplementary data
  11. References

ABSTRAK

  • Pengenalan dan pernyataan  bahwa  Sistem Panas bumi pada Sedimen (SPPS) merupakan suatu fenomena atau sistem hibrida

Sistem Panas bumi ditempati pada Sedimen Geothermal Systems (SHGSs) merupakan sistem geologi hibrida hybrid geological systems.

  • Sistem geologi hibrida SPPS terjadi suatu interaksi antara volkanisme dan sedimentasi

Pemaknaan SHGS dimana domain vulkanik dan sedimen berinteraksi volcanic and sedimentary domains interact.

  • Interaksi antara volkanik dan sedimen menyebabkan terjadinya percampuran antara gas-gas organik dan anorganik

SHGS Telah mengarahkan percampuran gas-gas anorganik dan organik leading to mixtures of inorganic and organic gases.

  • Pada SGDS ciri khas dari percampuran gas-gas yaitu CO2 sebagai geotermal termometamorfik merupakan turunan dari mantel dan CH4 biotik dari mikroba atau termogenik

Pada Jenis SHGS  CO2 dicirikan oleh geotermal  yaitu termometamorfik atau turunan mantel (thermometamorphic or mantle-derived)  dan CH4 biotik biotic  dari mikroba atau termogenik (microbial or thermogenic).

  • Kejadian SGDS berlangsung pada cekungan sedimen dimana dilintasi atau ditembus oleh intrusi magmatik, atau terlibat pada sistem saluran volkanik

SHGS terjadi pada cekungan sedimen occur in sedimentary basins yang dilintasi crossed oleh intrusi magmatik magmatic intrusions atau terlibat pada sistem saluran vulkanik volcanic plumbing systems.

  • SGDS dengan karakteristik  sistem hibrida yang khas tersebut, sehingga sangat menarik untuk eksplorasi Migas dan studi emisi gas rumah kaca

Sistem SHHS ini mungkin sangat menarik untuk eksplorasi minyak bumi considerable interest for petroleum exploration dan studi emisi gas rumah kaca alami natural greenhouse-gas emission studies.

  • Upaya studi secara sistematis untuk mengkarakterisasikan dan menentukan sebaran di seluruh dunia selama ini belum ada

Namun sampai makalah disusun studi secara sistematis systematic studies untuk karakterisasi for their characterization dan distribusi SHHS di seluruh dunia worldwide distribution belum ada.

  • Makalah ilmiah ini menampilkan hasil suatu tinjauan terhadap SHGS yang dapat diidentifikasikan dan mengusulkan kriteria metodologi untuk mendifinisikan dan mengidentifikasikan menggunakan parameter geologi dan geokimia gas yang terintegrasi
  • Makalah ini menyediakan suatu tinjauan terhadap SHGS yang sejauh ini dapat diidentifikasi, dan mengusulkan kriteria metodologis untuk mendefinisi dan mengidentifikasikannya propose methodological criteria for their definition and identification, berdasarkan parameter geologi dan geokimia gas yang terintegrasi based on integrated geological and gas-geochemical parameters.
  • Berdasarkan kriteria tersebut telah ditetapkan empat karakteristik dari SHHS yaitu:

a) Cairan didominasi CO2 (> 50 vol %) turunan dari mantel atau dekarbonasi-metamorfik;

b) CH4 yang berlimpah dan hidrokarbon berat (1,5-40 vol%) dihasilkan dari degradasi mikroba atau termogenik material organik di dalam batuan sedimen;

c)Pengendali tektonik aktif pada cekungan sedimen termasuk kedudukan busur belakang back arc, zona peregangan dan cekungan “foreland”; dan

d) Umumnya ditempati oleh suatu lapangan migas yang berjarak ~300 km dari pusat aktivitas gunung api.

  • Ditemukan bahwa SHGS biasanya ditandai oleh:

(a) CO2 cairan yang didominasi oleh mantel fluids dominated by mantle atau dekarbonasi-metamorfik  CO2 (> 50 vol%);

(b) Sejumlah besar CH4 dan hidrokarbon yang lebih berat heavier hydrocarbons (setidaknya 1,5 vol%, umumnya hingga 30-40 vol%), diproduksi oleh degradasi mikroba atau degradasi termogenik produced by microbial or thermogenic degradation dari bahan organik of organic matter yang disimpan dalam batuan sedimen hosted in sedimentary rocks;

(c) Cekungan sedimen pada tektonik aktif  tectonically active sedimentary basins seperti pada busur belakang, zona rift, cekungan “foreland”  (back-arc, rift zones and  foredeep).

Umumnya ditempati lapangan minyak bumi generally hosting petroleum fields dan berada pada jarak ~ 300 km dari pusat-pusat gunung api yang baru aktif atau purba from recent or ancient volcanic centers.

Telah dihasilkan peta global tersebar di dunia terdiri dari himpunan pertama  33 SGDS  dan himpunan kedua area potensi SGDS

Analisis ini menghasilkan suatu peta global analysis resulted in a global map termasuk himpunan pertama terdiri dari 33 SHGS yang berlokasi di Amerika Utara, Eropa Tengah dan Timur, Timur Jauh, Oceania Timur dan Selandia Baru Utara, dan himpunan kedua area potensial SHGS, yang terjadi juga di Amerika Selatan, Afrika Utara, Timur Tengah dan Kamchatka.

  • Peta global SGDS yang dihasilkan dapat dikembangkan lebih lanjut berdasarkan analisis geologi yang lebih rinci dan data gas geokimia baru

Peta SHGS saat ini dapat berkembang the present SHGS map can evolve berdasarkan analisis geologis yang lebih rinci more detailed geological analysis dan data gas-geokimia baru and new gas-geochemical data.

 Kata kunci:

  • Sistem Geotermal pada Sedimen Sediment-hosted geothermal systems
  • Karbon dioksida Carbon dioxide
  • Metana Methane
  • Cekungan sedimen Sedimentary basins

KESIMPULAN

  • Studi ini telah mengusulkan kriteria metodologi untuk mendifinisi dan mengindentifikasikan Sistem Geotermal pada Sedimen (SHGS) berdasarkan integrasi faktor geologi dan geokimia

Studi ini menyediakan suatu tinjauan Sistem Geotermal Pada Sedimen (SGPS) provides a review of Sediment-Hosted Geothermal Systems (SHGSs), dan mengusulkan kriteria metodologi proposes methodological criteria untuk mendefinisikan dan mengidentifikasikan for their definition and identification, berdasarkan pada faktor-faktor geologi dan geokimia yang terintegrasi based on integrated geological and geochemical factors.

  • SGPS-SHGS sebagai sistem hibrida dimana domain geotermal dan sedimen terinteraksi sehingga terjadi percampuran gas anorganik dan biotik, memberikan implikasi pada sumber daya energi dan lingkungan

SGPS  adalah sistem hibrida are hybrid systems dimana domain geotermal dan sedimen berinteraksi geothermal and sedimentary domains interact, mengarah pada campuran gas anorganik dan biotik leading to mixtures of inorganic and biotic gases, dengan implikasi-implikasi yang relevan dengan lingkungan dan sumber daya energi with relevant environmental and energy resource implications (Gambar  9).

  • Untuk mengindentifikasikan potensi SGPS baru telah digunakan pembatasan dari hasil analogi ciri perulangan penting terhadap beberapa SGPS yang telah ditentukan dari penelitian terdahulu

Beberapa SGPS yang dicirikan dari karya sebelumnya a few SHGSs recognized in previous works resulted telah menghasilkan analogi dan fitur-fitur berulang yang penting important analogies and recurring features,  telah digunakan sebagai pembatas awal preliminary constraints untuk mengidentifikasi potensi SGPS baru to identify new potential SHGSs.

  • Analogi yang digunakan sebagai pembatas yaitu a) dominasi aliran gas CO2, b) CH4 dari variable biotik mikroba atau termogenik umumnya >1,5 Vol, c) terjadi pada cekungan sedimen dengan tektonik aktif dan d) anomali aliran panas 0-160 mW/m2 dikontribusikan oleh sistem panas bumi atau volkanik, sill atau intrusi magma dalam

Analogi meliputi:

a)  Keberadaan aliran gas yang didominasi CO2 anorganik gas flows dominated inorganic CO2 ,

a) CH4 yang terkait dengan jumlah variabel biotik associated with variable amounts of biotic yaitu mikroba atau termogenik (microbial or thermogenic)  biasanya> 1,5 vol%,

c) Terjadi dalam cekungan sedimen occurring within sedimentary basins di daerah tektonik aktif in tectonically active regions, dengan anomali aliran panas (terutama antara 80 dan 160 mW/m2) karena adanya sistem panas bumi atau vulkanik due to the presence of geothermal or volcanic systems, sill dan/atau intrusi-intrusi magma yang dalam deep magma intrusions.

  • Identifikasi keberadaan 33 SHGS baru berlokasi global didasarkan kepada fitur gas-geokimia tertentu yaitu isotop dan molekuler  sebagai diagnostik pertama dalam pengujian sistam yang kaya CO2

Pengujian sistem kaya CO2 yang dikenal pada literatur, fitur gas-geokimia tertentu  yaitu isotop dan molekuler (isotopic and molecular)  dari SHGS yang sebelumnya dikenal selanjutnya telah digunakan sebagai alat diagnostik pertama first diagnostic tool untuk mengidentifikasi keberadaan 33 SHGS baru di Amerika Utara, Eropa, Asia dan Oceania.

  • 33 SHGS diterapkan dengan analisis statistik dan data spasial geologis yaitu aliran panas, tebal sedimen, jarak geografis dari pusat volkanik memungkinkan untuk memetakan area SHGS tambahan di semua benua

 Analisis statistik dan spasial data geologis yang terkait dengan 33 SHGS, termasuk aliran panas heat-flow, ketebalan sedimen sediment thickness, dan jarak geografis dari pusat vulkanik geographic distances from volcanic centers dan lapangan minyak petroleum fields, memungkinkan untuk memetakan area SHGS tambahan yang potensial di semua benua to map additional, potential SHGS areas in all continents.

  • Hasil pemetaan area SHGS yang potensial dapat mewakili: a) zona emisi metana yang signifikan ke atmosfer, b) lokasi potensi bahaya gas, c) target baru untuk eksplorasi migas dan panas bumi baru Area SHGS potensial yang dipetakan dalam studi  ini dapat mewakili zona emisi represent zones of significant emission metana yang signifikan ke atmosfer of methane to the atmosphere, lokasi potensial dengan bahaya gas potential sites with gas-hazard, dan target baru untuk eksplorasi minyak bumi dan panas bumi new targets for petroleum and geothermal exploration.

Analisis geologi lebih rinci  dan data gas geokimia baru dapat menyempurnakan Peta SHGS

Peta SHGS ini dapat disempurnakan berdasarkan analisis geologis yang lebih rinci dan data gas-geokimia baru of more detailed geological analysis and new gas-geochemical data.

  • Isotop rumpun CH4 bermanfaat dalam penilaian membedakan asal mula metana antara gas  termogenik hingga 250oC dan gas magmatik atau pasca magmatik (diproduksi padat >300-400oC)
  • Isotop rumpun CH4 CH4 clumped-isotopes, khususnya, dapat bermanfaat dalam penilaian  can be beneficial in the assessment asal mula metana of methane origin, yang dalam beberapa kasus masih belum dapat dipastikan dalam membedakan antara gas termogenik distinguishing between thermogenic gas (diproduksi hingga 250 ° C) dan gas magmatik atau pasca-magmatik magmatic or post-magmatic gas (diproduksi pada T> 300-400 ° C).

PENDAHULUAN

Pelepasan gas yang mengandung karbon dari Bumi the release of carbon-bearing gases from the Earth umumnya diklasifikasikan is generally classified dengan mempertimbangkan dua domain considering two distinct geologi yang berbeda dan luas and broad geological domains:

(a) sistem-sistem gunung api-panas bumi bersuhu tinggi the high temperature volcano-geothermal systems, melepaskan gas kaya karbon dioksida (CO2) anorganik releasing inorganic carbon dioxide (CO2) rich gases, biasanya dihasilkan oleh termometamorfisme produced by thermometamorphism dari degassing batu gamping of limestones atau magma-mantel magma-mantle dan

(b) cekungan sedimen suhu rendah the low temperature sedimentary basins, terutama melepaskan metana biotik releasing mainly biotic methane (CH4) dan hidrokarbon lainnya other hydrocarbons, yang dihasilkan oleh degradasi produced by microbial or thermogenic degradation mikroba atau termogenik dari bahan organik organic matter, minyak atau batubara oil or coal pada batuan sedimen in sedimentary rocks.

Terdapat banyak literatur a wide body of literature exists tentang geokimia dan geologi about geochemistry and geology dari proses-proses degassing seperti itu of such degassing processes, yang memiliki implikasi luas teradap lingkungan considerable implications for the environment, bahaya geologi geo-hazards, perubahan iklim global global climate changes dan eksplorasi sumber daya energi and energy resource exploration sebagaimana, sejarah kasus yang relevan dan ulasan dilaporkan oleh Klusman et al., 1998; Kerrick, 2001; Etiope and Klusman, 2002; Mörner and Etiope, 2002; Chiodini et al., 2004; Burton et al., 2013; Etiope, 2015.

Namun, dalam banyak kasus, domain geotermal dan sedimen geothermal and sedimentary domains sebagian dapat tumpang tindih can partially overlap, yang mengarah ke sistem geologi hibrida leading to hybrid geological systems dengan campuran gas anorganik dan biotik with mixtures of inorganic and biotic gases.

Sistem hibrida hybrid systems ini dikenal sebagai Sistem Geotermal yang ditempati pada sedimen known as Sediment-Hosted Geothermal Systems (SHGSs), atau Sistem Hidrotermal  ditempati pada Sedimen Sediment-Hosted Hydrothermal Systems (SHHSs).

Pada makalah ini akan digunakan istilah pertama will use the first term, SHGS, unuk membahas alasan-alasan discussing the reasons pada Bab 2.

Sistem ini mengacu pada cekungan sedimen systems refer to sedimentary basins yang diganggu oleh intrusi magmatik perturbed by magmatic intrusions atau yang terlibat dalam sistem pipa vulkanik involved in volcanic plumbing systems.

Juga ditandai dengan cairan panas bumi yang kaya CO2 characterized by CO2–rich geothermal fluids  dan CH4 biotik and CH4 biotic yaitu mikroba atau termogenik microbial or thermogenic, yang bersumber sourced from dari sedimen kaya organik the organic-rich sediments.

Konsentrasi CO2 anorganik Inorganic CO2 concentrations umumnya melebihi 50 vol%. Konsentrasi CH4 dan alkana yang lebih berat, seperti etana dan propana heavier alkanes, such as ethane and propane umumnya lebih tinggi CH4 concentrations are generally higher  kira-kira> 1-2 vol% daripada yang terjadi dalam cairan vulkanik-panas bumi murni occurring in pure volcanic-geothermal fluids biasanya dalam urutan ppbv atau ppmv typically in the order of ppbv or ppmv; Taran and Giggenbach, 2003; Capaccioni et al., 2004; Etiope et al., 2007; Fiebig et al., 2015).

SHGS adalah umum, sebagai sistem purba as palaeo-systems di provinsi batuan beku besar in the large igneous provinces seperti di Afrika Selatan, Siberia dan provinsi Atlantik Utara (Jamtveit et al., 2004; Svensen et al., 2004; Svensen et al., 2007a,b; Svensen et al., 2009a,b; Jones et al., 2016; Reynolds et al., 2017).

SHGS aktif Active SHGSs dicirikan keberadaannya are recognized di Guaymas Basin Rift di Teluk California (Welhan and Lupton, 1987; Berndt et al., 2016), di lapangan panas bumi Laut Salton the Salton Sea geothermal field in California (e.g., Helgeson, 1968; Mazzini et al., 2011), di Jawa Indonesia (Lusi eruption; Mazzini et al., 2012), di dalam Delta Tiber within the Tiber Delta, at Fiumicino, in central Italy (Ciotoli et al., 2016)  dan di Songliao Basin di China (Shuai et al., 2018).

Manifestasi permukaannya surface manifestations, seperti kawah berlumpur like muddy craters atau kolam yang menggelegak bubbling pools, mungkin mirip dengan, dan dengan demikian dapat dikacaukan dengan manifestasi gas sedimen murni pure sedimentary gas manifestations seperti rembesan hidrokarbon (hydrocarbon seeps), seperti halnya dengan gunung lumpur uch as mud volcanoes (Etiope, 2015; Mazzini dan Etiope, 2017), atau hanya manifestasi geotermal / vulkanik geothermal/volcanic manifestations. Misalnya  mofettes mofettes, kolam yang menggelegak bubbling pools, geyser berlumpur muddy geysers

Perbedaan antara The distinction between SHGSs, sistem sedimen murni  pure sedimentary systems  dan kompleks geotermal-vulkanik geothermal-volcanic complexes bukan hanya masalah semantik  is not only a semantics problem.

Pengatributan SHGS menyiratkan attribution of SHGS implies, pada kenyataannya, pengakuan proses geologis dan geokimia spesifik in fact, the recognition of specific geological and geochemical processes yang dapat memiliki implikasi khusus can have peculiar implications untuk eksplorasi minyak bumi dan studi perubahan iklim global for petroleum exploration and global climate change studies.

SHGS, pada kenyataannya,

(1) Dapat menyebabkan produksi hidrokarbon may lead to production of hydrocarbons yang dihasilkan dari peningkatan kematangan termal batuan sumber sedimen resulting from enhanced thermal maturity of sedimentary source rocks;

(2) Dapat menjadi sumber alami yang signifikan can be significant natural sources dari emisi gas rumah kaca CO2 dan CH4 of greenhouse gas CO2 and CH4 ke atmosfer emissions to the atmosphere (Etiope, 2015,

3) merupakan pendorong potensial perubahan iklim masa lalu are potential driver of past climate changes  (Svensen et al., 2004; Aarnes et al., 2010; Iyer et al., 2013; Polozov et al., 2016).

Namun demikian, studi sistematis untuk karakterisasi SHGS aktif systematic studies for active SHGS characterization dan distribusi di seluruh dunia tidak ada and worldwide distribution are missing.

Oleh karena itu pada makalah ini  akan dibahas tentang SHGS yang diidentifikasi sebelumnya we provide a review of previously identified SHGSs (Bab 3) dan mengusulkan kriteria geokimia dan geologi propose geochemical and geological criteria untuk pengidentifikasian dan karakterisasi mereka for their identification and characterization (Bab 4).

Secara khusus, diagram genetika gas gas genetic diagrams akan menunjukkan perbedaan mendasar will show fundamental differences antara sistem klasik yang didominasi CO2 vulkanik, hidrotermal  among classic CO2-dominated  volcanic, hydrothermal systems  dengan sistem rembesan sedimen sedimentary seepage systems yang didominasi CH4 CH4-dominated, dan SHGS.

Kriteria ini kemudian digunakan untuk mengidentifikasi These criteria are then used to identify dan memetakan potensi SHGS lain di dunia map other potential SHGSs on the globe (Bab 4).

Disimpulkan menguraikan implikasi lingkungan conclude outlining SHGS specific environmental dan sumber daya energi spesifik SHGS and energy resource implications (Bab 5).

Urutan bagan alur logis dari pendekatan ini sequence of the logical flow chart of this approach  adalah skema pada Gambar. 1.

Penting untuk digarisbawahi bahwa sebagian besar SHGS yang diidentifikasi sejauh ini that most of the SHGSs identified so far adalah Cekungan Guaymas, Laut Salton, Lusi, Fiumicino Tiber-Delta (Guaymas Basin, Salton Sea, Lusi, Fiumicino Tiber-Delta) telah diakui berdasarkan pada terjadinya manifestasi gas permukaan have been recognized based on the occurrence of surface gas manifestations.

Namun demikian, konsep SHGS tidak tergantung pada pelepasan gas permukaan the concept of SHGS is independent of surface gas discharges, yang bertindak hanya sebagai “kendaraan” which act only as “vehicle” untuk informasi bawah permukaan subsurface information. Jelas Obviously,  bahwa SHGS yang berkedudukan di dalam (bawah permukaan) mungkin juga ada deep-seated SHGSs may exist tanpa ekspresi permukaan without any surface expression, dan mereka dapat diidentifikasi melalui lubang bor dalam they can be identified through deep boreholes, seperti dalam kasus Cekungan Songliao as in the case of the Songliao Basin.

Dengan demikian, dalam pekerjaan ini,  telah dibahas potensi we have addressed the potential SHGSs yang diungkapkan oleh kedua manifestasi permukaan revealed by both surface manifestations  dan data lubang bor.

Gambar

Gambar 1. Sketsa urutan kriteria identifikasi SHGS Sketch of the sequence of SHGS. Menguji sistem   kayaCO2- yang dikenal dalam literatur examining CO2-rich systems known in the literature, karakteristik gas-geokimia yang aneh  dari isotop dan molekuler the peculiar gas-geochemical characteristics (isotopic and molecular) dari SHGS yang sebelumnya telah dikenal previously recognized SHGSs, telah digunakan sebagai alat diagnostik pertama have been used as a first diagnostic tool  untuk mengidentifikasi SHGS baru  identify new SHGSs.  Analisis statistik dan spasial Statistical and spatial analysis.
Data geologi yang terkait dengan SHGS baru of geological data related to the new SHGSs, termasuk aliran panas, sedimen ketebalan including heat-flow, sediment thickness dan jarak geografis dari pusat vulkanik dan ladang minyak, distances from volcanic centers and petroleum fields, telah memungkinkan untuk memetakan area SHGS tambahan yang potensial di semua benua has allowed to map additional, potential SHGS areas in all continents.

Gambar 2. Lokasi dan penampang yang disederhanakan (bukan dengan skala) dari SHGS yang diidentifikasi sebelumnya.
(a) Cekungan Guaymas Guaymas Basin (modified after Lizarralde et al., 2007)
(b) Laut Salton Salton Sea (modified after Bennet, 2011);
(c) Lusi (modified after Satyana, 2008).
(d) Tiber Delta-Fiumicino SHGS iber Delta-Fiumicino SHGS (modified after Carminati and Doglioni, 2012).
(e) Cekungan Songliao, bidang Changde TimurSongliao Basin, East Changde field (modified after Wang et al., 2016), HTB: Cekungan Tan Tan Hai Tan Basin, Tanlu G-H-R: Graben and horst range of the northern Tanlu Strike-Slip Fault System, SA Belt: Sikhote-Alin Orogenic Belt.

Gambar. 4. Sketsa konseptual dari SHGS sistem hibrid (hybrid system) dan hubungan dengan end members, sistem gunung api-panas bumi dan hidrokarbon volcano-geothermal and hydrocarbon systems. Sketsa itu tidak dengan  skala

Fig. 5. Distribusi global SHGS yang baru diidentifikasi Global distribution of the newly identified SHGSs  (titik-titik coklat) di Amerika Utara (a), Eropa (b) dan, Asia Timur dan Oseania (c). Titik-titik hitam mengacu pada SHGS diidentifikasi pada  karya-karya sebelumnya. Angka mengacu pada Tabel 2.

Gambar. 8. Alur kerja relatif terhadap pemetaan area rawan SHGS Workflow relative to the mapping of SHGS prone areas. Atas: input dataset raster; Bawah: menghasilkan peta global. Lokasi palaeo-SHGS berasal dari Svensen et al., 2003; Svensen et al., 2015; Jones et al., 2016; Jamtveit et al., 2004

Gambar. 9. Sketsa geologis konseptual SHGS  SHGS conceptual geological sketch (diperkenalkan pada Gambar. 4) terintegrasi dengan parameter geologi dan geokimia integrated with geological and geochemical parametrization yang dihasilkan dari penelitian ini  resulting from the present study.

Secara khusus, fitur gas-geokimia utama the main gas-geochemical features dirangkum untuk SHGS merupakan sistem hybrida are summarised for the SHGSs (hybrid system) dan untuk anggota akhir for the endmembers,  sistem gunung api-panas bumi volcano-geothermal dan hidrokarbon and hydrocarbon systems.

DEFINISI

Keunikan sistem geologi hibrida, peculiarity of hybrid geological systems dengan komponen-komponen gunung api-hidrotermal with volcano-hydrothermal dan sedimen sedimentary components, telah diakui dalam karya-karya sebelumnya  was recognized in early works, yaitu di California, pada lapangan panas bumi Laut Salton (Helgeson, 1968), di Teluk California  the Gulf of California, di Cekungan Guaymas at the Guaymas Basin  (Von Damm et al., 1985; Welhan and Lupton, 1987)  dan, baru-baru ini di Lusi at Lusi di Jawa Timur (Mazzini et al., 2012), di Italia tengah pada  Delta Tibe rcentral Italy within the Tiber Delta  (Ciotoli et al., 2013, 2016) dan di  the Songliao petroliferous basin di Tiongkok   (Shuai et al., 2018)·

Karya-karya ini mencatat bahwa cekungan sedimen berkedudukan dalam deep sedimentary basins yang dilintasi oleh cairan magmatik crossed by magmatic fluids atau intrusi batuan beku igneous intrusions, dapat mengakibatkan migrasi may result in the migration kombinasi fluida of a combination of fluids, yaitu air panas dan gas hot water and gases, dimana berbeda dari yang diamati  different from those observed dalam sistem volkanik-panas bumi klasik in classic volcanic-geothermal systems atau dengan cekungan sedimen yang klasik classic sedimentary basins.

Beberapa istilah several terms, seperti endapan mineral yang tempati sedimen  sediment-hosted mineral deposits  (Von Damm et al., 1985), sistem hidrotermal yang didominasi sedimen sediment-dominated hydrothermal systems (Jamtveit et al., 2004), sistem temperatur rendah yang ditempati sedimen sediment-hosted low temperature systems (Nicholson, 1993), sistem hidrotermal  ditempati sedimen sediment-hosted hydrothermal systems (Mazzini et al., 2011)  Ciotoli et al., 2013; Di Pippo, 2016; Ciotoli et al., 2016; Mazzini and Etiope, 2017; Shuai et al., 2018)  telah digunakan untuk mendefinisikan kedudukan geologis seperti ini were used to define this kind of geological setting; tetapi definisi yang jelas dan univocal but a clear and univocal definition dari istilah-istilah ini masih kurang  of these terms is still lacking.

Penulis di atas menggunakan istilah sedimen the above Authors used the term sediment, mengacu pada sistem yang ada di batuan sedimen referring to systems hosted in sedimentary rocks; sedangkan mereka sering menggunakan “panas bumi” they often used “geothermal”  atau “hidrotermal” “hydrothermal” mengacu pada emisi cairan panas.

Namun, “panas bumi” dan “hidrotermal” memiliki arti yang berbeda “geothermal” and “hydrothermal” have different meanings seperti yang diusulkan oleh by Jackson and Bates (1997).

Panas bumi mengacu pada sistem apa pun yang mentransfer panas dari dalam bumi Geothermal refers to any system that transfers heat from within the Earth  ke permukaan towards the surface, sedangkan hidrotermal adalah bagian dari panas bumi while hydrothermal is a subset of geothermal, yang menyiratkan bahwa perpindahan panas implying that the heat transfer secara manual dioperasikan oleh air secara konveksi  is manly operated by water (convection), dalam keadaan cairan   atau uap in liquid or steam state.

 Ini juga didefinisikan sebagai Sistem Geothermal Konvensional (CGS) This is also defined as Conventional Geothermal System (CGS) untuk menunjukkan sistem hidrotermal aliran panas tinggi klasik to indicate a classic high heat flow hydrothermal system  yang biasanya mencakup sirkulasi air meteorik that typically includes the circulation of meteoric water yang menyusup dan bermigrasi ke kedalaman beberapa kilometer that infiltrates and migrates to depths of several kilometers yang menghasilkan mekanisme transportasi konvektif generating convective transport mechanisms (Heasler et al., 2009).·

Namun demikian, sirkulasi hidrotermal tidak selalu hadir hydrothermal circulation is not always present di daerah bersuhu sedang-tinggi (panas bumi) in medium-high temperature (geothermal) areas dan di cekungan sedimen in sedimentary basins. Untuk alasan ini, para penulis lebih menyukai menggunakan istilah “Sistem Panas Bumi yang Ditempati Sedimen” refer to use the term “Sediment-Hosted Geothermal System” daripada “Hidrotermal” instead of “Hydrothermal”.

Beberapa penulis baru-baru ini memperkenalkan istilah Some authors recently introduced the term “Sumber daya Panas Bumi Sedimen”  “Sedimentary Geothermal Resources” mengacu pada sistem sedimen dengan aliran panas rendah-menengah (<50 mW / m2) referring to sedimentary systems with low-medium heat flow (< 50 mW/m2), di mana energi panas bumi dapat dieksploitasi untuk penggunaan langsung dan/atau tidak langsung where geothermal energy can be exploited for direct and/or indirect use (Jiachao, 2012; Porro and Augustine, 2012; Anderson, 2013).

Dalam kerangka kerja ini, Rybach (1981) menggarisbawahi bahwa sumber daya geotermal highlighted that the geothermal resource  dibentuk secara ekonomis is formed by an economically dalam jumlah yang cukup dari konsentrasi panas sufficient amount of heat pada kedalaman yang dapat dibor concentration at drillable depth dari kerak bumi of the Earth’s crust.

Sedangkan sistem panas bumi secara whereas the geothermal system umum diklasifikasikan berdasarkan  is generally classified by karakteristik geologis, hidrogeologis dan perpindahan panasnya   its geological, hydrogeological and heat transfer characteristics.

Oleh karena itu, Sumber daya Panas Bumi Sedimen the Sedimentary Geothermal Resources mungkin tidak memiliki fitur cairan hibrida may lack the hybrid fluid features dan, sebagai konsekuensinya, dapat mengecualikan SHGS yang dijelaskan dalam ulasan ini as a consequence, may exclude the SHGSs described in this review.

Untuk lebih memperjelas faktor gas-geokimia dan geologis yang menjadi ciri sebuah SHGS to better clarify the gas-geochemical and geological factors characterizing a SHGS, penulis menjelaskan secara singkat SHGS aktif briefly describe the active SHGSs yang diidentifikasi sejauh ini yaitu Cekungan Guaymas, Teluk California; Laut Salton, California; Lusi, Indonesia; Tiber Delta – Fiumicino, Italia; Songliao Basin , Cina (Guaymas Basin, Gulf of California; Salton Sea, California; Lusi, Indonesia; Tiber Delta – Fiumicino, Italy; Songliao Basin, China) (Tabel 1, Gambar. 2a-e), dengan fokus pada analoginya yang kuat focusing on their strong analogies.

Analogi ini akan digunakan sebagai referensi These analogies will be used as reference for untuk menetapkan kriteria geokimia-geologis for setting the geochemical-geological criteria untuk karakterisasi umum dan penyaringan global SHGS pertama for a general characterization and a first SHGS global screening  (Bab 4).

Identifikasi Sebelumnya dari SHGSs

3.1. Guaymas Basin (Gulf of California)

Gambar 2. Lokasi dan penampang yang disederhanakan (bukan untuk skala) dari SHGS yang diidentifikasi sebelumnya.

  (a) Cekungan Guaymas Guaymas Basin (modified after Lizarralde et al., 2007);   (b) Laut Salton Salton Sea (modified after Bennet, 2011); (c) Lusi Lusi (modified after Satyana, 2008); (d) Tiber Delta-Fiumicino SHGS iber Delta-Fiumicino SHGS (modified after Carminati and Doglioni, 2012). Cekungan Songliao, bidang Changde Timur Songliao Basin, East Changde field (modified after Wang et al., 2016), HTB: Cekungan Tan Tan Hai Tan Basin, Tanlu G-H-R: Graben and horst range of the northern Tanlu Strike-Slip Fault System, SA Belt: Sikhote-Alin Orogenic Belt.

Cekungan Guaymas The Guaymas Basin terletak di bagian tengah Teluk California (N27 ° 03 ′; W111 ° 07 ′).

Merupakan suatu cekungan samudera dengan pemekaran aktif  an actively spreading oceanic basin yang merupakan bagian dari sistem sumbu pemekaran that is part of the system of spreading axes dan mengubah sesar transform transform faults yang membentang dari Jendul Pasifik Timur ke Sesar San Andreas extending from the East Pacific Rise to the San Andreas fault (Curray et al., 1982; Lonsdale dan Becker, 1985) (Gbr. 2a) .

Cekungan memiliki kedalaman maksimum ~ 2000 m dan terdiri dari dua sub-basin sub-basins berorientasi UT yang masing-masing panjangnya 30 dan 50 km (Lonsdale dan Becker, 1985).

Litologi cekungan The lithology of the basin dikaji melalui Proyek Pengeboran Laut Dalam (Curray et al., 1982).

Studi seismik menunjukkan adanya Seismic studies indicate the presence kantong magmatik di cekungan a magmatic chamber in the basin, di bawah kolom sedimen below a sedimentary column, setebal 700-1.000m (Curray et al., 1982), yang dengan cepat menutupi lantai peregangan which rapidly covered the rift floor dengan kecepatan sedimentasi> 2 m /1000 tahun.

Urutannya termasuk sill basaltik sequence includes basaltic sills yang kontak dengan diatom, endapan berkapur yang kaya akan bahan organik in contact with diatomaceous, calcareous deposits rich in organic matter dan mineral lempung detitik detritic clay minerals (Von Damm et al., 1985 and references therein).

Perkiraan suhu reservoir panas bumi estimated geothermal reservoir temperature adalah 315 ° C (Von Damm et al., 1985) dan aliran panas rata-rata yang dihitung adalah 453 mW / m2 the computed mean heat flow is 453 mW/m2 (Curray et al., 1982).

Komposisi kimiawi cairan Guaymas chemical composition of the Guaymas fluids adalah tipikal dari vent “panas” bawah laut yang dalam is typical of deep submarine “hot” vents, didominasi oleh CO2 (~ 90 vol%) diikuti oleh CH4 (~ 10 vol%) (Simoenit and Galimov, 1984; Galván et al., 2015).

 Selain pengaruh “magmatik” In addition to the “magmatic” sil basaltik the basaltic sills, fluida juga menunjukkan efek interaksi influence of  the fluids also show effects of interaction dengan bahan organik dalam sedimen (with organic matter within the sediments (German and Von Damm, 2003; Berndt et al., 2016).

Stres termal menyebabkan pematangan bahan organik yang cepat  Thermal stress caused rapid maturation of the organic matter dengan pembangkitan bersamaan minyak dan gas hidrokarbon termogenik with concomitant generation of oil and thermogenic hydrocarbon gas (Simoneit, 1988; Teske et al., 2016), sebagaimana ditunjukkan oleh by δ13CCH4 data berkisar antara −51 dan −15 ‰ VPDB – Vienna Peedee standar Belemnite Vienna Peedee belemnite standard (Welhan and Lupton, 1987; Berndt et al., 2016).

Sumber fosil CH4 dikonfirmasi oleh pengukuran radiokarbon fossil source of CH4 is confirmed by radiocarbon measurements (14C-CH4)  yang menunjukkan nilai 0,2 ± 0,1 pMC – persen Karbon Modern (Kessler et al., 2008a,b).

Data isotop karbon  CO2 carbon isotope (berkisar antara −6 dan + 2,7 ‰ VPDB) menunjukkan sumber yang terkait dengan reaksi termometamorfik suggest a source related to thermometamorphic reactions pada karbonat on carbonates dan degassing magma-mantel magma-mantle degassing (Welhan and Lupton, 1987).

3.2. Laut Salton,  Salton Sea (California)

Sistem panas bumi Laut Salton Salton Sea geothermal system terletak di Palung Salton is situated in the Salton Trough di California selatan (N33 ° 12 ′; W115 ° 34 ′),

Suatu wilayah dengan manifestasi hidrotermal permukaan yang melimpah area with abundant surface hydrothermal manifestations, seperti kolam lumpur yang menggelegak bubbling mud pools, gryphon dan vent gas (Helgeson, 1968; Muffler and White, 1968; Sturz et al., 1992; Svensen et al., 2007a,b; Svensen et al., 2009a,b; Mazzini et al., 2011).

Salton Sea terjadi pada suatu cekungan “pull-apart” (terjadi peregangan diantara dua bidang sesar? occurs in a pull-apart basin, diisi oleh batuan sedimen filled by sedimentary rocks dan diterobos oleh tubuh basalt dan riolit intruded by quaternary basalt and rhyolite bodies, sehingga menginduksi aliran panas tinggi hingga inducing high heat flow up to 600 mW/m2 600 (Svensen et al., 2007a,b; Mazzini et al., 2011; Onderdonk et al., 2011) (Fig. 2b).

Intrusi dapat menyebabkan peningkatan suhu melebihi intrusions can cause a temperature increase exceeding 350°C pada kedalaman 1400 m, degassing CO2 difus dan perubahan material organik  diffuse CO2 degassing and alteration of organic matter diffuse CO2 degassing and alteration of organic matter (Svensen et al., 2007a,b).

Komposisi kimia dari gas yang dialirkan ke permukaan The chemical composition of gas discharged to the surface didominasi oleh CO2 dengan konsentrasi hingga 98 vol%, diikuti oleh CH4 (hingga 1,9 vol%) dan hidrokarbon yang lebih berat (C2 + <0,5 vol%).

Nilai δ13C-CO2 (dari −5,4 hingga + 0,4 ‰) berada dalam kisaran sumber magmatik within the range of magmatic sources dan reaksi dekarbonasi termal thermal decarbonation reactions  (Mazzini et al., 2011 and references therein), sedangkan δ13C-CH4 (dari −32 hingga −17,6 ‰)  disarankan pencampuran sumber termogenik dan abiotik suggests a mixing of (Mazzini et al., 2011 and references therein).

3.3. Lusi (Jawa Timur)

Awal Kejadian Lusi  Mei 2006  ditandai dengan munculnya semburan  yang tiba-tiba dari breksi lumpur, gas dan air mendidih, disepanjang Patahan Watukosek.

Tanggal 29 Mei 2006, breksi lumpur, gas, dan air mendidih boiling mud breccia, gas and water tiba-tiba menyembur suddenly erupted di Kabupaten Sidoarjo, di sepanjang sistem patahan Watukosek along the Watukosek fault system di timur laut Jawa,

Situs semburan ini bernama Lusi, sebuah singkatan dari Lumpur Sidoarjo di mana “Lumpur” adalah kata Bahasa Indonesia untuk “mud”.

Pada umur Lusi > 12 tahun  semburan masih aktif dengan kecepatan ~ 80.000m3/h

> 12 tahun kemudian,  Lusi masih aktif menyembur dengan kecepatan 80.000m3/h dengan kecepatan aliran Lusi is still active erupting with a flow rate of ~ 80.000 m3 / hari (awal 2018; Miller dan Mazzini, 2018).

Lusi lahir dan berkembang di Cekungan busur belakang berumur Tersier Tua di Jawa Timur, dicirikan dengan kecepatan sedimen yang cepat dari sedimen kaya material organik, sering ditutup oleh lapisan penyekat klastik volkanik

Lusi terletak di cekungan busur belakang berumur Tersier Tua located in a Tertiary aged back-arc basin di Jawa Timur (Kusumastuti et al., 2002), dimana sekuens sedimen dicirikan oleh kecepatan sedimentasi yang tinggi the sedimentary sequences are characterized by high sedimentation rates dari endapan yang kaya-organik of organic-rich deposits yang sering kali ditutup dengan unit penyekat capped by sealing units pasir tufaan atau klastik volkanik tuffaceous or volcanoclastic sands.

Karakteristik Lusi berbeda dengan fitur gunung lumpur lainnya hasil dari  volkanisme sedimen yang konvensial, karena lokasinya dekat dengan komplek volkanik Arjuno-Welirang-Penanggungan

Gunung lumpur Mud volcanoes sebagai vulkanisme sedimen (sedimentary volcanism tersebar luas di bagian pulau ini (Satyana, 2008; Mazzini dkk., 2007; Istadi dkk., 2012) tetapi Lusi telah diakui memiliki karakteristik Lusi has been recognized to have characteristics yang berbeda dari karakteristik klasik dari gunung lumpur characteristics that are different from those of classical mud volcanoes (Mazzini et al., 2012).

Berbeda dengan gunung lumpur yang tradisional lainnya di Jawa Unlike the other traditional mud volcanoes of Java, Lusi terletak di dekat Lusi is situated in the proximity  kompleks vulkanik Arjuno-Welirang yang besar the large Arjuno-Welirang volcanic complex.

Karakteristik utama gradien panas bumi relatif tinggi (42oC/km), pusat semburan suhu ditandai mencapai 100oC dicirikan oleh kantong konvektif dangkal yang diaktifkan oleh munculnya breksi lumpur mendidih, sedangkan cairan dicirikan oleh uap air yang tinggi. 

Di sini, gradien panas bumi relatif tinggi the geothermal gradient is relatively high (42 ° C / km), kawah utama the main crater (suhu hingga 100 ° C) ditandai dengan ruang konvektif dangkal is characterized by shallow convective chambers yang diaktifkan oleh munculnya breksi lumpur mendidih activated by the rise of boiling mud breccia (Di Felice et al., 2018) dan cairan dicirikan oleh konsentrasi uap air yang tinggi the fluids are characterized by high concentrations of water vapour.

Selain uap air yang dominan, CO2 sebagai gas utama  sebagian besar  proses degassing mantel-magma; Metana dengan asal termogenik

Selain uap air, CO2 adalah gas utama  the main gas (> 58 vol% fase kering) dan, dengan nilai δ13C-CO2 antara −2,2 dan −12,8 ‰, sebagian besar terkait dengan proses-proses pelepasan dari mantel is mostly associated to mantle-magma degassing dan / atau dekarbonasi;

Metana, dengan konsentrasi hingga 40% (tim Mazzini dan The Lusi Lab, 2017) terkait dengan asal termogenik is related to thermogenic origin dengan δ13C-CH4 dari −31 hingga −51,8 ‰ (Mazzini et al., 2012; Mazzini dan tim Lusi Lab, 2017).

CO2 organik  pasca awal semburan mengandung CO2 organik berasal dari pelepasan gas dari lapisan sedimen dangkal dihubungkan dengan saluran aktif

Data isotop awal, yang dikumpulkan segera setelah semburan dimulai, menunjukkan adanya komponen CO2 organik the presence of an organic CO2 component  (Mazzini et al., 2012), yang ditafsirkan sebagai kontribusi degassing awal  interpreted as initial degassing dari lapisan-lapisan sedimen yang dangkal from the shallower sedimentary layers yang dibubungkan oleh saluran aktif layers pierced by the active conduit.

Rembesan satelit  yang tersebar beberapa km dari pusat semburan dengan CH4 yang lebih tinggi. Metan memiliki asal biotik yaitu termogenik bercampur dengan mikroba abiotik dan CO2 memiliki asal an organik

Ribuan rembesan satelit of satellite seeps yang tersebar dalam jarak beberapa kilometer di sekitar kawah (mis. Sciarra et al., 2018) biasanya memiliki konsentrasi CH4 yang lebih tinggi (hingga 99 vol%).Juga dalam kasus ini, metana memiliki asal biotik  yaitu termogenik, dicampur dengan mikroba a biotic (thermogenic, mixed with microbial) (δ13C-CH4 dari −41 hingga −66 ‰) dan CO2 memiliki asal anorganik inorganic origin (−8,2 ‰ ≤δ13C- CO2 ≤ − 4,12 ‰; Sciarra et; al., 2018).

Karakteristik geologi,  geofisika dan geokimia terpadu konsisten Lusi sebagai sebagai skenario Sistem Geotermal Pada Sedimen, dimana intrusi magma dan fluida hidrotermal  berkedudukan dalam  meningkatkan panas mengubah batuan sumber dan atau reservoir gas

Data geologi dan geofisika geokimia terpadu Integrated geochemical geological and geophysical data konsisten dengan skenario are consistent with a SHGS scenario di mana intrusi magmatik dan migrasi cairan hidrotermal yang berkedudukan dalam (> 4000 m) where deep seated magmatic intrusions and hydrothermal fluids bertanggung jawab atas peningkatan panas responsible for the enhanced heat yang mengubah batuan sumber dan / atau reservoir gas that altered source rocks and/or gas reservoirs (Gbr. 2c; Mazzini et al ., 2012; Fallahi et al., 2017; Mazzini et al., 2018; Inguaggiato et al., 2018).

4. Kriteria awal untuk identifikasi dan karakterisasi SHGS

4.1. Kendala

SHGS yang dijelaskan sebelumnya memiliki analogi penting dan fitur berulang have important analogies and recurring features.

Semua sistem berada di cekungan sedimen yang ditandai oleh faktor-faktor berikut in sedimentary basins characterized by the following factors:

(a) emisi gas ke permukaan, atau reservoir gas gas emissions to the surface, or gas reservoirs (seperti dalam kasus Songliao Basin-East Changde) yang didominasi oleh CO2 anorganik dominated by inorganic CO2 yang terkait dengan sejumlah variabel CH4 biotik associated with variable amounts of biotic CH4, biasanya lebih tinggi daripada 1,5 vol%;

(b) cekungan yang terletak di wilayah aktif tektonik located within a tectonically active region;

(c) keberadaan sill dan / atau intrusi magma presence of sills and/or deep magma intrusions yang dalam yang terkait dengan sistem panas bumi atau vulkanik related to geothermal or volcanic systems;

(d) aliran panas anomali anomalous heat flow (> 50 mW / m2);

(e) sedimen kaya bahan organik organic matter rich sediments dengan ketebalan melebihi 700 m;

Fitur berulang ini, yang dapat mewakili penentuan awal These recurring features, which may represent the preliminary constraints untuk mengidentifikasi potensi SHGS to identify potential SHGSs,, dibahas secara rinci dalam Bagian 4.1.1 berikut (poin a) dan 4.1.2 (poin b – e).

4.1.2. Batasan-batasan geologis Geological constraints

• SHGS memiliki konfigurasi geologi dan geokimia hibrida have a hybrid geological and geochemical configuration, dan oleh karena itu setengah jalan antara sistem panas bumi hydrothermal (konvensional) sensu strictu half-way between a hydrothermal (conventional) geothermal system sensu strictu dan sistem sedimen mengandung hidrokarbon a hydrocarbon-bearing sedimentary system.

• Konfigurasi seperti ini Such a configuration biasanya terjadi ketika faktor geologis   typically occurs when the geological factors yang tercantum dalam Bagian 4.1 (poin b, c, d dan e) hidup berdampingan coexist.

• Cekungan sedimen di wilayah aktif geodinamika Sedimentary basins in geodinamically active regions  (titik b) mengacu pada peregangan ekstensional extensional rifts, depresi depressions, cekungan busur belakang dan cekungan busur depan back-arc and forearc basins, baik di darat maupun lepas pantai onshore and offshore.

• Cekungan ini dapat menampung sistem-sistem patahan dan rekahan yang dalam dan permeabel can host deep and permeable fault and fracture systems yang dapat bertindak sebagai jalur that can act as pathways migrasi gas kerak atau mantel dalam yang kaya CO2 of migration of deep crustal or mantle gases (CO2-rich) dimana mendukung pencampurannya dengan gas sedimen yang lebih dangkal kaya dengan CH4 favouring their mixing with shallower sedimentary (CH4-rich) gases.

• Rezim tektonik yang luas dari cekungan ini the extensive tectonic regime of these basins juga dapat memungkinkan penempatan  can also allow for emplacement sill dan/atau intrusi magma of sills and/or magma intrusions (titik c), tidak harus mengarah ke pusat vulkanik aktif not necessarily leading to active volcanic centers.

• Sill umumnya dengan diabase sebagai batuan utama (generally with diabase as main rock) biasanya hanya menembus bagian bawah formasi sedimen typically penetrate only the bottom of the sedimentary formations, seperti yang diamati pada lubang bor di Laut Salton as observed in drill-holes in the Salton Sea (Mazzini et al., 2011)  dan dalam struktur Wanjinta di Cekungan Songliao in the Wanjinta structure of the Songliao Basin (Dai et al., 2005).

• Pada gilirannya, benda-benda “panas” ini menghasilkan aliran panas yang relatif tinggi these “hot” bodies produce relatively high heat flow  (titik d).

• SHGS yang diidentifikasi sejauh ini (Bagian 3.5) dicirikan oleh nilai aliran panas yang mencakup satu urutan besarnya are characterized by heat flow values spanning one order of magnitude, dari 60 mW/m2 (Songliao) hingga 600 mW/m2 (Laut Salton).

• Nilai-nilai ini dihasilkan dari kombinasi a combination proses pemindahan panas heat transfer processes secara konduksi dan konveksi of conduction and convection.

• Dalam sistem yang didominasi konduksi, aliran panas In conduction dominated systems the heat flow  umumnya <100 mW / m2; Turcotte and Schubert, 2012) terkait dengan dua hal produksi panas radiogenik radiogenic heat production dan  intrusif tubuh panas hot intrusive bodies.

Sedangkan pada sistem yang didominasi konveksi in convection-dominated systems, produksi panas secara khusus disebabkan oleh cairan the heat production is specifically induced  yang terkait dengan badan intrusif dan magmatik by fluids related to intrusive and magmatic bodies  (Moeck, 2014).

• Volume cairan terbesar The largest the volume of fluids, , tercepat pengangkutan panasnya the quickest the heat transport.

• Tidak ada studi khusus tentang kontribusi relatif proses konduktif vs konvektif dalam SHGS yang teridentifikasi on the relative contribution of conductive vs convective processes in the identified SHGSs.

 Aliran panas yang sangat tinggi dari Laut Salton very high heat flow of Salton Sea menunjukkan komponen konvektif yang signifikan argues for a significant convective component.

• Akhirnya, peregangan dan depresi ekstensi extensional rifts and depressions dapat ditandai dengan tingkat sedimentasi yang tinggi can be characterized by high sedimentation rates, yang mengarah ke formasi kaya bahan organik leading to organic matter rich formations dengan ketebalan beberapa ratus meter with thickness of several hundred meters (titik e).

• SHGS yang diidentifikasi sejauh ini sebenarnya memiliki tutupan sedimen melebihi 700 m.

Formasi seperti itu sering ditandai dengan batuan yang kaya akan bahan organik frequently characterized by rocks rich in organic matter  yaitu serpih shales  dengan Total Organic Carbon – TOC dari 0,1 hingga 11%, atau batugamping limestones  dengan TOC dari 0,1 hingga 3%; misalnya, e.g., Hunt, 1996), yang berevolusi menjadi matang dan terlalu matang batuan sumber evolved into mature and over-mature source rocks  (berkat faktor-faktor titik c dan d), atau dengan sistem minyak bumi yang lengkap complete petroleum systems, termasuk sumber, reservoir, dan batuan penutup source, reservoir and cap-rocks.

• Kedalaman penguburan dan jenis bahan organik Burial depth and type of organic matter mempengaruhi jalur pembentukan metana mikroba  influence the pathways of microbial methane generation (reduksi karbonat dan fermentasi asetat; mis., Whiticar, 1999).

• Jenis bahan organik dan evolusi suhu type of organic matter and temperature evolution menentukan komposisi isotop dan molekul gas termogenik determine the isotopic and molecular composition of thermogenic gas (e.g., Schoell, 1988).

• Kemunculan simultan fitur “panas bumi” dan “sedimen” The simultaneous occurrence of such “geothermal” and “sedimentary” features (titik a, b, c, d, e), dalam kombinasi variabel, merupakan syarat untuk identifikasi SHGS is a requisite for the identification of a SHGS (Gbr. 4).

Dengan demikian, diharapkan bahwa fitur gas-geokimia yang it is expected that those gas-geochemical features  didefinisikan dalam Bagian 4.1.1 benar-benar terjadi dalam kedudukan geologis yang dijelaskan di atas actually occur in the above described geological settings.

Implikasi terhadap Lingkungan dan Sumberdaya Energi

Environmental and energy resource implications of SHGSs

Seperti yang diuraikan pada Pendahuluan, SHGS mungkin memiliki implikasi untuk eksplorasi sumber daya energi, SHGSs may have implications for energy resource exploration, dan studi perubahan iklim global global climate change studies.

SHGS sebenarnya dapat menampung batuan sumber can in fact host source rocks  dengan kematangan termal yang ditingkatkan with enhanced thermal maturity.

Dalam kasus-kasus tertentu, ada kemungkinan bahwa pengembangan hidrokarbon di batuan sedimen it is possible that the development of hydrocarbons in the sedimentary rocks difasilitasi oleh rezim termal yang tidak normal is facilitated by anomalous thermal regimes.

Sistem hidrokarbon ini mungkin tidak terjadi pada kedudukan sistem minyak bumi yang konvensional these hydrocarbon systems may not occur in conventional petroleum system settings, dan karena itu mereka tidak dapat dipertimbangkan as such they may not be considered dalam area target standar eksplorasi minyak bumi within the standard target areas of petroleum exploration.

Oleh karena itu, SHGS dapat mewakili sumber daya perbatasan SHGSs can represent frontier resources untuk eksplorasi gas alam for natural gas exploration.  

Batu sumber yang terlalu matang over-mature source rocks, yang diinduksi oleh status panas yang tidak normal induced by anomalous thermal status, biasanya melepaskan gas kering typically release dry gas, ditandai dengan rasio metana / (etana + propana) yang tinggi characterized by high methane/(ethane + propane) ratios.

Rasio tinggi seperti itu dapat disalahartikan karena asal mikroba Such high ratios could be misinterpreted as due to microbial origin tetapi analisis isotop harus selalu dilakukan but isotopic analyses shall be always performed untuk menentukan asal gas to determine the gas origin.  

Selain itu, eksploitasi SHGS dapat membuka skenario energi baru the exploitation of the SHGSs could open new energy scenarios seperti pengembangan sistem yang diproduksi bersama such as the development of the co-produced systems di mana cairan kaya metana where methane-rich fluids diperbanyak dengan air panas atau uap are coproduced with hot water or steam untuk aplikasi panas bumi langsung dan tidak langsung for indirect and direct geothermal applications (Gallup, 2009).

Sistem yang diproduksi bersama untuk penggunaan panas bumi langsung co-produced systems for direct geothermal uses yaitu pemanasan distrik  district heating telah berhasil digunakan di beberapa cekungan have been successfully employed in some basins  sebagai Pannonia (Hongaria) dan Paris Basin (Prancis), yang sebenarnya telah diidentifikasi sebagai area SHGS potensial dalam analisis kami which actually have been identified as potential SHGS areas in our analysis (lihat Gambar 8), sedangkan untuk aplikasi tidak langsung for the indirect applications  yaitu produksi daya (power production) teknologi ini masih jarang dikembangkan (NREL, 2010).

Selain itu, SHGS dapat menjadi sumber alami gas rumah kaca CO2 dan CH4 can be a significant natural source of greenhouse gas  yang signifikan bagi atmosfer for the atmosphere.  

Pentingnya dan makna gas-gas ini importance and meaning of these gases, dan sumber-sumber alaminya natural sources, dalam studi iklim dibahas dalam literatur yang luas in climate studies are discussed in a wide body of literature (e.g., Ciais et al., 2013).

Manifestasi permukaan hidrokarbon seperti rembesan surface manifestations of hydrocarbons (seepage)  saat ini diakui sebagai sumber alami utama metana atmosfer are today recognized as a major natural source of atmospheric methane  (e.g., Ciais et al., 2013; Etiope et al., 2012; Schwietzke et al., 2016).

Namun, sumber-sumber ini hanya mencakup sedimen belaka these sources, however, included only mere sedimentary  yaitu rembesan gas-minyak, gunung  lumpur (gas-oil seeps, mud volcanoes) dan manifestasi geotermal vulkanik and geothermal volcanic manifestations   seperti mofettes, fumarol, degassing gunung-kawah (mofettes, fumaroles, volcano-crater degassing).

Dalam  kaitan ini SHGS belum dipertimbangkan secara khusus SHGSs have not been specifically considered. Dinamika degassing SHGS SHGS degassing dynamics mungkin memiliki peran khusus dalam hal ini may have a peculiar role in this respect.

CH4 yang terjadi dalam sekuens sedimen CH4 occurring within the sedimentary sequences mungkin tidak memiliki tekanan yang cukup may not have sufficient pressure  untuk bermigrasi secara otonom to migrate autonomously  tetapi dapat mencapai permukaan but it can reach the surface berkat terjadinya aliran CO2  thanks to the occurrence of CO2 flows, yang merupakan tipikal dari SHGS which is typical of SHGSs.

Oleh karena itu, proses “pengupasan” CH4 yang dioperasikan oleh CO2 the CH4 “stripping” process operated by CO2  adalah fitur khusus SHGS is a peculiar feature of SHGSs Survei fluks gas di SHGS di seluruh dunia dapat berkontribusi gas flux surveys in SHGSs worldwide may contribute to better estimate untuk memperkirakan lebih baik emisi geologis global CH4-CO2 to better estimate the global geological CH4-CO2 emissions ke atmosfer.

Dicatat, kemudian, bahwa SHGS dapat mewakili situs berbahaya spesifik to better estimate the global geological CH4-CO2 emissions  karena sifat peledak metana due to the explosive properties of methane.

Metana dapat menyebabkan ledakan Methane can lead to explosions ketika konsentrasinya dalam kisaran sekitar 5-10% vol when its concentration is in a range of approximately 5–10 vol%   terhadap keberadaan oksigen. Level 5 vol% A level of 5 vol%  disebut sebagai Batas Ledakan Bawah (LEL) is referred to as the Lower Explosive Limit (LEL).  

Konsentrasi 0,5 vol% CH4, (yaitu, 10% dari LEL) A concentration of 0.5 vol% CH4, (i.e., 10% of the LEL),  harus dianggap sebagai batas di atas langkah mitigasi yang harus diambil should be considered the limit above which mitigation measures must be take (Etiope, 2015).

Dalam banyak contoh (lihat Tabel 2, Gambar 6a-b), konsentrasi CH4 dalam SHGSs dapat mendekati kisaran eksplosif the concentrations of CH4 in SHGSs may approach the explosive range, sedangkan konsentrasi CH4 dalam geothermal murni dan rembesan petroliferous (minyak atau gas) umumnya di luar kisaran ini whereas CH4 concentration in pure geothermal and petroliferous (oil or gas) seeps is generally outside this range.

Leave a comment

Design a site like this with WordPress.com
Get started